Segala puji adalah hak Allah, Yang telah mengutus manusia-manusia pilihan untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya. Shalawat dan keselamatan kita panjatkan untuk Nabi kita, teladan dan panutan kita, Muhammad bin Abdullah al-Qurasyi, demikian juga kepada para sahabatnya dan pengikut jalan hidup mereka.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar ketakwaan kepada-Nya, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. al-Ma’idah : 102).
Amma ba’du. Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya sejelek-jelek urusan adalah yang diada-adakan di dalam agama, dan setiap perkara yang diada-adakan -dalam ajaran agama- itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.
Tujuh belas kali dalam sehari, bukanlah angka yang sedikit untuk sebuah perbuatan. Kalau ada orang yang membutuhkan makan dalam sehari semalam sampai tujuh belas kali niscaya akan kita katakan bahwa orang itu kurang normal. Sebab pada umumnya orang hanya makan dua, atau tiga kali dalam sehari semalam. Demikian juga, apabila ada seorang yang mengkonsumsi obat dalam sehari semalam sampai tujuh belas kali, maka niscaya penyakit yang diderita orang itu adalah penyakit yang sangat memerlukan pengobatan secara terus menerus. Demikian pula, apabila seseorang setiap hari meminta sesuatu sebanyak tujuh belas kali, maka tentu saja sesuatu itu sangatlah diperlukan olehnya, lebih daripada kebutuhan orang kepada makan dan minum, atau obat sekalipun.
Saudaraku -semoga Allah membimbing kita- hidayah menuju jalan yang lurus adalah sesuatu yang kita butuhkan setiap saat. Bukankah dalam setiap raka’at shalat kita diperintahkan untuk membaca surat al-Fatihah yang di dalamnya kta berdoa kepada Allah setiap harinya hingga tujuh belas kali, ‘Ihdinas shirathal mustaqim’ (Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus). Jangan anda kira bahwa hidayah itu barang yang sepele dan remeh. Bukankah anda tahu bagaimana kecintaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya yaitu Abu Thalib agar dia mau masuk Islam? Namun ternyata ajakan beliau tidak bisa melunakkan hati pamannya untuk menerima Islam. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya dari al-Musayyab radhiyallahu’anhu, dia menuturkan bahwa saat kematian akan menghampiri Abu Thalib maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang untuk menemuinya dan ternyata di sisinya telah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata; ‘Wahai pamanku, ucapkanlah la ilaha illallah, sebuah kalimat yang akan aku gunakan untuk bersaksi untukmu di sisi Allah’. Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah mengatakan; ‘Wahai Abu Thalib, apakah kamu benci kepada agama Abdul Muthallib -bapakmu-?’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menawarkan dan mengulangi ajakannya itu, sampai akhirnya Abu Thalib mengucapkan perkataan terakhirnya kepada mereka bahwa dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib. Dia enggan untuk mengucapkan la ilaha illallah…” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)
Hidayah -ikhwah sekalian- bukan di tangan manusia, akan tetapi ia ada di tangan Rabb yang menguasai dan membolak-balikkan hati manusia. Allah akan membolak-balikkan hati mereka sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh-Nya maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada yang dapat menunjukinya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah (taufik) kepada orang yang kamu cintai, akan tetapi Allah lah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui siapakah orang yang ditakdirkan mendapatkan hidayah.” (QS. al-Qashash : 56).
Semoga Allah menetapkan kita di atas jalan yang lurus, jalan Nabi dan para sahabatnya, dalam hal ilmu maupun amal, dalam hal keikhlasan maupun mengikuti tuntunan, dalam hal sabar maupun syukur, dalam hal ucapan maupun perbuatan, ketika sendiri maupun bersama orang. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.